Pas sore2 browsing, nemu yang namanya serat Gatholoco. Daripada gak da temen udud, mending merasa-rasa dan mengira-ngira apa isinya. Selama ini Cuma dapet resensi dari beberapa pihak namun belum tau isinya. Mudah2an ini dari sumber asli yang bener, dengan mencoba menterjemahkan dan menafsiri secara sepihak apa makna dan maksudnya. Sambil melihat beberapa tafsiran yang bertebaran di dunia yang dikatakan maya ini… Cukup satu bait saja dulu yang cukup membuat kesan, selebihnya nanti kita lanjutkan.
Pupuh II, Dandanggula, Pada (Syair) 13 :
Lah ta sapa aranira yêkti, sarta maneh ngêndi wismanira, kang tinannya lon saure, Gatholoco aranku, ingsun janma Lanang Sujati, omahku têngah jagad, Guru tiga ngrungu, sarêng denya latah-latah, Bêdhes buset aran nora lumrah janmi, jênêngmu iku karam.
Terjemahan :
Siapa namamu yang sebenarnya, dan kamu rumahnya dimana? Yang ditanya menjawab pelan, namaku Gatholoco, aku manusia Lanang Sujati ( Lelaki Sejati ), rumahku ditenga-tengah jagad dunia). Mendengar semua itu Ketiga Guru bersamaantertawa terbahak-bahak, Monyet! Busyet! Nama tidak lumrah(umum) dipakai manusia, namamu saja itu sudah haram!
Penjelasan secara kira2 :
Manusia Gatholoco akan menyatakan dirinya sebagai Lanang Sujati yang bertempat tinggal di TENGAH-TENGAH DUNIA. Tengah-tengah dunia menyiratkan bahwa DIA TIDAK DITIMUR TIDAK DIBARAT (..dari pohon yang banyak berkahnya, (yaitu) pohon zaitun yang tumbuh tidak di sebelah timur (sesuatu) dan tidak pula di sebelah barat(nya) : Annur : 35),
Dalam dunia ini telah diciptakan berpasang-pasang. (“Dan segala sesuatu Kami ciptakan berpasang-pasangan supaya kamu mengingat akan kebesaran Allah.” : QS adz-Zaariyat : 49). Hidup-mati, senang-susah, ingat-lupa, sehat-sakit dan seterusnya. Segala sesuatu yang diciptakan adalah mahluk. Dan setiap mahluk pasti akan mengalami dualitas tadi. Dan yang ada hanyalah kecondongan kepada salah satu kondisi berpasangan tersebut. Kalau gak sehat ya sakit, kalau gak baik ya jahat, kalau gak senang ya susah.
Manusia Gatholoco telah melampaui dualitas duniawi! Manusia Gatholoco tidak condong ke “kanan” maupun ke “kiri”. KEDUDUKAN DIA BERADA DITENGAH-TENGAH JAGAD!
Ketika sesorang sudah menemukan dan memahami yang tidak ditimur dan dibarat, dia telah bisa berpijak pada “tengah”. Keseimbangan. Tidak butuh dan tidak memerlukan bahkan kedua keadaan tadi. Dan kondisi itulah yang sebenarnya kita cari dan seharusnya berada.
Dan siapakah sebenarnya yang sudah tidak memerlukan dualitas itu ?
Siapakah Lanang Sujati/ Manusia sejati itu ?